Langsung ke konten utama

SEMAKBELUKAR hingga bunga indah Drohaka

(artwork by Racun Cinta)

SEMAKBELUKAR - Drohaka (EP. 2012)
Tracklisting :
01. Be(Re)ncana
02. Gita Cempala
03. Malasmarah
All Songs Written, Produced, Recorded & Mixed by David Hersya
Recorded at :
Castranada (Percussion)
OVM Studio (Akordeon | Be(Re)ncana & Gita Cempala)
Chicken Rock Studio (Akordeon | Malasmarah)

Blacksheep Studio (Vocal)

Mixed | Castranada
Mastered | AD Studio
Photo & Cover Artwork | OVM Studio
Belukaria Orkestar :
David Hersya - Vocal | Percussion
Ricky Zulman - Akordeon | Photographer | Cover Designer
Jemmie Delvian - Mastering Engineer

Songs + Cover 28.4 MB (ZIP)

Oleh Farid Amriansyah

Skena musik alternatif tiap daerah pasti memiliki karakter tersendiri, begitu pula entitas musikal yang ada di dalamnya. Berbicara tentang Palembang, SEMAK BELUKAR adalah sebuah entitas musikal alternatif yang unik nan ajaib dari Bumi Sriwijaya. Lahir di tahun 2009 lalu, tak seperti kebanyakan grup “folk” lokal masa kini yang memilih musik mancanegara sebagai referensi maka dengan berani SEMAKBELUKAR menjadikan musik tradisional Melayu sebagai pondasi kreasi musiknya. Hasil buah ilham dari David Hersya ini musiknya bisa dibilang “tanpa teman” diantara koleganya di skena musik alternatif lokal Palembang. Penuh kesederhanaan tanpa berusaha menjadi avant garde; namun sarat makna dalam syair indah yang sedikit banyak berpegang pada gaya sastra Melayu lama. Membagi waktu sebagai seorang mixing/mastering engineer yang juga ayah dari seorang anak perempuan, David Hersya menjalankan SEMAKBELUKAR tanpa beban. Medium eksplorasi personal tanpa ambisi, bila pun ada apresiasi mungkin efeknya pada David Hersya adalah tersenyum sumringah dengan kikuk. Namun keindahan dalam kesederhanaannya tak bisa disembunyikan dengan dua mini album Semoga Kita Mati Dalam Iman (2009) dan Mekar Mewangi (2009). Dengan rumus Melayu kontemporer minimalis dan lirik yang indah, adalah karakter vokal nasal David Hersya -yang mampu meliuk bak seorang Muadzin- kekuatan khas berwarna Melayu.

Setelahnya jeda panjang SEMAKBELUKAR pun selesai ketika versi gubahan dari Sayang Selayak sebuah lagu rakyat Lahat, Sumatera Selatan dipublikasikan pada awal 2012. Berlanjut dengan video musik untuk lagu “Be(re)ncana” dan “Malasmarah”. Kedua lagu yang juga dirilis dalam mini album Drohaka dalam versi yang berbeda dengan versi video musiknya. Mini album ketiga persembahan SEMAKBELUKAR yang dirilis pada akhir September 2012 oleh netlabel Yes No Wave Music (HYPERLINK "http://www.yesnowave.com" www.yesnowave.com) yang bermarkas di Yogyakarta. Drohaka membawa makna sederhana ke batas minimum hingga hanya ada vokal, akordeon -yang dimainkan oleh Ricky Zulman- dan gendang Melayu dalam musiknya. Kesederhanaannya tetap keindahan yang istimewa mengalun syair yang mengajak berpikir. Secara lirik menjadi catatan istimewa adalah “Gita Cempala” yang liriknya semacam pencapaian bahasa yang spesial apalagi bagi yang mengikuti SEMAKBELUKAR hingga menjurus fanatik seperti saya. Akan penafsirannya biarlah menjadi ruang personal bagi yang telah mendengarkan sendiri Drohaka.

Nah, sebelum saya terlalu personal akan lebih baik simak asal muasalnya hingga itu Belukaria Orkestar dalam wawancara dengan DAVID HERSYA, otak di belakang aksi alterna-folk melayu dari Palembang, Sumatera Selatan, SEMAKBELUKAR.

Langsung saja , siapa itu SEMAKBELUKAR?
SEMAKBELUKAR adalah nama untuk sebuah proyek eksperimen musik tradisi yang lahir di Palembang, Sumatera Selatan di awal tahun 2009.

Bisa ceritakan kisah tentang asal muasal ilham yang melahirkan SEMAKBELUKAR hingga terus bergulir sampai sekarang?
Awalnya SEMAKBELUKAR lahir sebagai sebuah bentuk pendokumentasian ide dan fikiran yang menjadi sampah karya pribadi. Karena dorongan dari beberapa teman yang "gatal" hatinya, maka SEMAKBELUKAR akhirnya menjadi sampah publik :)

Pertanyaan klasik, apa makna nama SEMAKBELUKAR?
Keberadaannya dirasa sangat menggangu dan berkesan tiada manfaat. Tetapi sadar atau tidak, tanpa kehadiran semak belukar, niscaya bunga-bunga takkan terlihat indah.

Dengan nuansa irama tradisi Melayu yang kental terasa, secara musi SEMAKBELUKAR termasuk folk music, tapi diantara grup folk lokal masa kini yang berkiblat ke Barat, kenapa SEMAKBELUKAR malah memilih musik tradisi melayu Sumatera?
Kami hanya tidak ingin membohongi diri sendiri. Dimana kaki berpijak di situ langit dijunjung. Ada kecemburuan terhadap keberlangsungan musik tradisi Nusantara lainnya seperti Jawa dan Bali misalnya yang tetap lestari dan tidak pernah sepi dari kreatifitas para pewarisnya. Sangat berbeda dengan musik tradisi Melayu terutama di Sumatera Selatan atau Palembang pada khususnya yang memang tetap lestari tetapi sangat sepi dari kreatifitas para pewarisnya. Perkembangan musik di Nusantara (Indonesia khususnya) yang telah begitu maju oleh gempuran pengaruh dan gaya musik barat ternyata tidak ikut mendorong musik tradisi Melayu untuk ikut berkembang maju bersamasama, sehingga ciptaan baru pada lagu dan musik tradisi Melayu tidak lahir. Padahal kreativitas musisi musik Melayu bisa saja bertolak dari musik tradisi, sebagian atau sepenuhnya, dan menggunakan teknik komposisi musik Barat. Usaha demikian barangkali dapat membuahkan perspektif baru dalam dunia penciptaan. Atas dasar pemikiran itulah kami memilih untuk tetap berada di tempat yang semestinya kami berada.

Walau sekarang agak tergeser oleh aksi boyband dan girlband, musik band pop lokal sempat memberi semacam stigma tidak mengenakkan akan terma “Melayu”, bagaimana SEMAKBELUKAR menyikapi fenomena itu?
Kami telah banyak mendengar berbagai pernyataan cerdas tetapi cenderung berbau emosi dari para intelektual, baik itu pelaku atau penikmat musik itu sendiri. Kami berharap teman-teman kami yang cerdas dan yang berwawasan luas bisa untuk sedikit bijak meluangkan waktu mengkaji secara objektif dan mendalam tentang Melayu dalam tradisi dan budayanya, sehingga bisa memberikan sebuah pernyataan dalam pandangan yang tidak hanya cerdas tetapi juga mencerdaskan. Sehingga tidak perlu lagi ada kekeliruan yang melahirkan stigma menghakimi Melayu sebagai sebuah kehinaan. Dan untuk musik yang diusung oleh band pop fenomenal yang sempat begitu mengusik dunia para musisi cerdas tersebut sangatlah jauh dari tradisi dan budaya Melayu yang sebenarnya. Mendayu dan nada minor tidak bisa dijadikan alasan untuk menyebut mereka sebagai sebuah band yang mengusung musik Melayu. Bagi kami, mereka tetaplah band populer dengan musik pop mereka yang bisa memberikan hiburan pada rakyat dan kami menghargai itu.

Musik SEMAKBELUKAR bisa dibilang kontemporer, bagaimana dengan musik tradisi Melayu sekarang? Bagaimana nasibnya?
Hanya terabaikan, tidak dilupakan. Yang pasti, musik tradisi Melayu tidak bernasib mujur seperti seni tarinya yang begitu terpelihara. Mungkin, belum berlapang hatinya masyarakat dan para Pemuka Adat Melayu untuk bisa menerima estetika dan nilai artistik dalam karya-karya baru yang terlepas dari nilai-nilai lama atau berbeda dari yang selama ini didengar atau dilihat juga merupakan penyebab masih terpuruknya musik tradisi Melayu. Seperti eksperimen yang kami lakukan, juga merupakan perwujudan ekspresi baru dan merupakan sumbangan bagi khazanah dan perbendaharaan repertoar musik atau bahkan gerak tari tradisi Melayu Nusantara.

Apa ada semacam misi ambisius SEMAKBELUKAR untuk menggenjot ketertarikan akan musik tradisi Melayu?
Waduh, ga ada kayaknya. Bermusik ini pun kebih kepada aktuasi cipta rasa personal tanpa berharap berdampak masif.

Okay, kembali ke kreasi. Bisa ceritakan akan mini album kalian dan rilisan lainnya?
Sampai sekarang, ada dua mini album yang telah dirilis di tahun 2009. Yang pertama adalah "Semoga Kita Mati Dalam Iman" berisikan 5 buah lagu dan yang kedua bertajuk "Mekar Mewangi" yang berisi 6 buah lagu. Kedua album tersebut sebenarnya dirilis masih dengan nama BELUKAR. Karena suatu hal yang klasik dan juga berkembangnya bermacam ide dan fikiran, maka perubahan nama pun dilakukan pada awal tahun 2010 sehingga menjadi seperti sekarang ini yaitu SEMAKBELUKAR. Hal itu ditandai dengan merilis satu lagu yang ada di mini album pertama sebagai singgle yang berjudul DetikMenitJamHariBulanTahun dengan aransemen baru. Setelah itu beberapa single juga sempat dirilis. Dan sekarang pembuatan album terbaru bertajuk Drohaka masih dalam proses pengerjaan dan belum bisa dipastikan kapan tepatnya akan dirilis.

Jujur selain musiknya, saya sangat tertarik dengan syair lirik SEMAKBELUKAR yang sedikit banyak kental dengan nilai-nilai sosial dengan nafas relijius yang tersirat halus.
Bisa dicerahkan akan ilham tematik dari liriknya?
Semua syair dan lirik adalah rangkuman dari hasil pemikiran dan perenungan yang bersifat subyektif dari berbagai kejadian dalam kehidupan sehari-hari yang ditulis sebagai sebuah pembelajaran pribadi, tanpa ada maksud untuk menggurui siapa pun. Kebudayaan Melayu yang memang begitu kental dan syarat akan nilai keagamaan memang menjadi sebuah acuan bagi SEMAKBELUKAR dalam proses pembuatan lirik. Tetapi perlu kami tekankan, bahwa syair dalam lirik yang kami gubah tidak menitikberatkan pada eksistensi agama, melainkan pada esensi nilai dan norma yang terkandung dalam kebudayaan dan tradisi bangsa Melayu yang sangat relijius. 

SEMAKBELUKAR sempat menggubah ulang lagu tradisi asli Sumatera Selatan, bisa ceritain? Ada alasan khusus kenapa?
Sebuah lagu rakyat dari daerah Lahat, Sumatera Selatan berjudul Sayang Selayak. Tidak ada alasan khusus sebenarnya. Hanya saja kami merasa begitu senang mendengar lagu ini. Nada dan iramanya yang begitu khas begitu menggoda untuk kami aransemen ulang dengan lebih sederhana. Mungkin saja bisa mengobati kerinduan akan kampung halaman bagi teman-teman dari Sumatera dan Sumatera Selatan khususnya yang sedang jauh dirantau.

Jarang anak muda sekarang yang melirik musik tradisi sebagai pondasi kreasi musiknya, bagaimana SEMAKBELUKAR berharap bisa mencuri perhatian paramuda?
Sayangnya, musik tradisi dipandang hanya sebagai musik purba. Sepertinya paramuda akan tetap menyakralkan kemoderenan, pun juga sebaliknya, Paratua akan tetap menyakralkan kekunoan. Semoga keadaan ini bisa berubah.

Dan bagaimana SEMAKBELUKAR memposisikan diri di tengah komunitas musik alternatif di Palembang dengan keberadaan kalian yang sangat alternatif dari alternatif yang ada?
Kami tetap memposisikan diri sebagai sebuah pilihan, sama seperti teman-teman pemusik lainnya di Palembang. Yang pasti kami yakini adalah bahwa, kehadiran kami di komunitas musik Palembang khususnya, telah memperjelas kualitas para pemusik lainnya di Palembang dengan karya mereka yang begitu luar biasa. Seperti makna dalam nama SEMAKBELUKAR, tanpa keberadaan semak belukar maka bunga takkan terlihat indah. Tanpa kehadiran kami, kualitas karya dari para pemusik lainnya di Palembang tidak akan terbilang hebat :)

Apa rencana atau target yang sedang disiapkan SEMAKBELUKAR sekarang?
Selain merilis album terbaru, kami masih berusaha untuk mencari atau bahkan membangun sendiri panggung yang benar dan tepat untuk melakukan persembahan karya kami .

Oya, apa itu “Belukaria Orkestar”?
Biar pun terluka dan berdarah ketika pilihan kami jatuh untuk tetap memegang semak belukar yang berduri, kami tetap bersuka ria. Walau berluka tetaplah bersuka ria :) Berlukaria memainkan Orkes. Belukaria Orkestar :D

Kembali ke misi, apa harapan besar SEMAKBELUKAR?
Adalah sebuah harapan untuk terus bisa berharap. karena hanya itu yang kita punya ketika kita berada dalam keterpurukan dan diambang kehancuran. (Hehehee...)

Pesan kepada mereka yang mendengarkan SEMAKBELUKAR?
"Tidak seperti yang kalian kira, kami hanyalah duri. Boleh kalian lihat, hindari, pegang atau simpan, boleh juga kalian patahkan, injak dan buang jauh. Sila pilih secara bijak."Semoga SEMAKBELUKAR selalu diberi keberkahan..
Aamiin!

Source : yesnowave.com/yesno065/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

君たちはどう生きるか  (How Do You Live?)

Sinopsis Pada tahun 1943 selama Perang Pasifik, ibu Mahito Maki yang berusia 12 tahun, Hisako, terbunuh dalam sebuah serangan udara di Tokyo. Ayah Mahito, yang memiliki pabrik amunisi udara, menikah lagi dengan adik perempuan mendiang istrinya, Natsuko, dan mereka mengungsi ke tanah miliknya di pedesaan di mana mereka tinggal bersama beberapa pembantu tua. Mahito berjuang di kota baru, karena dia tidak cocok di sekolah dan mengalami hubungan yang tegang dengan Natsuko, yang sekarang hamil. Mahito juga bertemu dengan bangau abu-abu misterius di perkebunan yang sering mengganggunya. Setelah pulang ke rumah pada suatu hari dari perkelahian dengan anak-anak sekolah lainnya, Mahito sengaja melukai dirinya sendiri dengan memukul kepalanya sendiri dengan batu untuk membuat dirinya tampak sebagai korban. Saat memulihkan diri dari lukanya di perkebunan, Mahito menemukan salinan novel How Do You Live? dengan tulisan tangan ibunya di dalamnya, yang dimaksudkan sebagai hadiah untuknya saat dia dew

3 2 1 Go!

Lyricist:Takeshi Hosomi Composer:Takeshi Hosomi You said I can see the lights beneath Like a town under the clouds Just a bit of fear is fine Today Waiting for the shooting stars Crane my neck to look up at them When you laugh I feel your pain When the night is getting dark I can't stop looking into When the sky is getting cold I can't stop falling into When the time is getting old today Let's just say yeah Let me see the morning light Ditch a fake TV smile And you said to no one there Like 3, 2, 1 Go When we see the rising sun Then I feel your body getting warm You said Thought the world was completely dark I can still see my own track It's the beauty of its heart Today Not so perfect weather wise Hope it shows before the dawn When you smile I see your pain When the night is getting dark I can't stop looking into When the sky is getting cold I can't stop falling into When the

Takeshi Hosomi (ELLEGARDEN) Interview in US (2006)

"Thank you so much guy, america has been so great, and we are having a fantastic time here, really, thank you so much!" Takeshi said, waving--and it wasn't the usual rehearsed, typical lead singer chater. It was honest, from the heart, and off the cuff. Takeshi comes off as the nicest guy in j-rock, onstage and off. The whole band came out afterward and spent the whole night chatting with fans, with a 6am flight to new york looming, Nice! Less than an hour after bringing the house down for the first time in north america at SXSW 2006, and with a new CD just out and a nine-city tour on the horizon, Ellegarden's Takeshi Hosomi found a not-too-noisy corner of Austin's Japanese-occupied Brush Square Park and talked about marriage, money, and why TV sucks with purple SKY's Go Wells: Go Wells: So this is your first gig in america; how are you enjoying it? Takeshi Hosomi: You know, we are now making kinda big sales back in japan, and we're well known. All